Sunday 1 January 2017

Ahad; Catatan Imtihan Pertamaku di Universitas Al-Azhar

Alhamdulillaaah.
Hari ini, Ahad, 1 Januari 2017 kami memulai imtihan yang pertama, maddah Fikih. 
Benar-benar takut awalnya, karena ini ialah imtihan pertama kali di universitas. Momok yang sering diceritakan oleh senior juga menjangkitiku, ternyata. Berbekal dengan seadanya, dengan usaha yang masih perlu perbaikan sana-sini, alhamdulillah, imtihan hari ini lancar.
Banyak teman yang menyunggingkan senyum lebar saat keluar ruangan ujian. He. Apalagi temen Mesir, sudah pasti merasa tersenyum puas melahap soal sejenis tadi itu. Tak terkecuali aku. Aku pun tersenyum lega atas apa yang telah Allah bukakan untukku. Terimakasih, Allah-ku.
"Al-imtihan helwah, shah?!" terdengar sepintas obrolan teman-teman Mesir, sambil jalan, sambil berbagi kebahagiaan karena soal yang diberikan cukup meneyenangkan. Hmm.
Alhamdulillah, kiranya imtihan pertama tadi cukup untuk pelajaran imtihan-imtihan selanjutnya. 
Ternyata, usaha keras yang diinginkan universitas masih belum begitu tepat, sesuai dengan apa yang ada di pikiranku. Masih harus pembenahan sana-sini, dipahami per kalimat, kalo bisa dihafal. Heu. Padahal, antara hafalan dan pemahaman tidak akan pernah bertemu dengan capaian yang sama. Kata buku al-Mathali' fi Adab al-Muthali', hehe.
Intinya, harus bersyukur nangis-nangis atas apa yang telah Allah anugerahkan hari ini. Sebagaimana aku nangis kemarin, akhirnya satu maddah ini terlalui dengan tangis bahagia dan lega. Semoga apa yang telah diusahakan menuai hasil yang setimpal. 
Kilas balik, dari satu maddah ini, terasa sekali bahwa kita-saya khususnya-sangatlah lemah. Saya merasakan doa para guru, orang tua, teman, semuanya sangat berarti dan di situlah separuh hidup saya di sini. Jika bukan karena doa bapak, mama, guru-guru semuanya, saya bukanlah apa-apa.
Bahwa, apa yang diharapkan, apa yang terlintas dalam hati dan pikiran harus diselaraskan dengan tingkah laku dan aplikasi nyata yang baik. Tidak akan merugi atas apa yang telah dilakukan, semua akan mendapat 'kembalian'-nya. Meski piket tiap hari, nyapu sholah, nyuci gerabah, buang sampah, sunggguh itu wasilah atas kemudahan yang aku doakan. Dan, itu terbukti nyata.
Awalnya yang kadang aku enggan, karena tiap sesuatu punya ahlinya (tiap sesuatu punya siklus masing-masing, punya hak dan kewajiban yang bisa dipahami, karena kita udah gede, atau seperti itulah, pasti temen-temen paham. Atau anggap saja sederhana, seperti itu), akhirnya percaya. Percaya bahwa yang aku lakukan hari ini, akan kembali padaku esok hari. Yakin seyakin-yakinnya. 
Pokoknya, senjataku hanya usaha. Belajar belajar belajar. Baca pahami, baca pahami, baca pahami. Hafal. Dan, terakhir, doa seyakin-yakinnya. Doa dengan segala kepasrahan yang ada, dengan usaha yang seperti itu semoga Allah mengampuni atas segala kekurangan diri. Kekurangan atas kewajiban pribadi, kekurangan tas hak orang lain, dan yang paling hebat (seringnya ga kerasa) kekurangan atas hak-Nya, Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa. أطلب منك العفو يا ربي، عن تقصيري أنا في حقك أنت

Al-Azhar itu tahu, untuk apa kita belajar, ada kesombongan atau sedikit. Al-Azhar itu khabiiir terhadap apa-apa yang ada di balik senyum manis dan tanya sapa dari apa yang kita kata. Semoga apa yang saya usahakan benar, Ya Allah. Dan benar, saya mengusahakan yang benar. Semoga aku bisa belajar dengan sebenar-benarnya seorang pelajar. 

Hari ini begitu membahagiakan, Kawan. Semoga harapan itu mewujud nyata kabar gembira di gempita tahun baru dan pertama. 

Ini lain cerita. 
Lantas, awalnya yang saya merasa 'agak' lumayan di bahasa Arab, pede gitu. Agak aja, ko, pis. Ternyata masih kalah sama teman putra saya yang namanya Edgar. Iya, Edgar Hamas. Beliau aktif nulis, udah buat beberapa buku juga, suara bagus, dan senengnya, beliau angkatan saya, Bastarda KSW 2015 (kekayaan marhalah yang berharga sangat, hehe). Nggak sengaja, ada postingan dari dosen sewaktu di Markaz Syekh Zayed yang membagikan postingan ustadz Ramadan, Direktur II Markaz. Ada Edgar di situ, berbicara di khalayak ramai masyarakat Arab dalam acara Peringatan Hari Bahasa Arab se-Dunia di Shalah Shawi. Kalo ga salah, awalnya saya mau ikut ke sana, tapi entah, ko ga jadi. He. Yah, jadi, deh. Saya iri. Iriiii pol. Karena ternyata, acara itu ialah salah satu acara yang didesain untuk alumni Markaz Syekh Zayed. Berarti, saya nggak ada apa-apanya sama beliau itu. He. 
Intinya, iriiii. Tapi, makasih yaa Edgar, jadi sadar aku, wkwk. Harus lebih semangat lagi. Lagi lagi dan lagi. Sukses terus untukmu. Sukses untuk kita sekalian. Terima kasih telah menyebut Indonesia sebagai negara asalmu di depan mereka, bangsa yang aku kagumi, bangsa Arab. Kita bangga jadi Indonesia. 

Inget, target saya ga akan luppa. Udah dicatat di langit sana, dan akan jadi nyata. Semoga.

Mohon doanya terus, Kawan. Semoga taufik selalu menyertai saya, di manapun saya berada, khususnya di masa-masa imtihan ini. Semoga doa itu kembali dengan tambahan yang lebih. Semoga saya mampu berusaha keras, semoga saya pantas mengusahakannya, dan semoga saya pantas meraih hasil kerja keras itu. 


Ahad, 1 Januari 2017, pukul 6.33 CLT, bakda Isya tet.
Dalam dinginnya Kairo senja, dalam tahun baru yang disambut dengan imtihan termin satu. 
Selamat Tahun Baru 2017, Selamat Imtihan Termin Satu.
Semoga tahun ini lebih baik dan lebih baik lagi dari tahun sebelumnya.
Semoga, Allah menyayangi kita dengan guyuran taufik yang tiada henti-hentinya.
Semoga Allah memberi kekuatan untuk kita bersyukur kepada-Nya, 
semoga Allah berkenan membersamai kita. 

Allaaah al-Musta'aaan.

Bapak telah Memilih

 24 Februari 2023 Hari ini, tepat sebulan aku berada di Bangkok. Aku dan suami berangkat ke Thailand 24 Januari lalu. Sebelumnya, 18 Januari...