Monday 22 August 2016

Hafiz Ibrahim; Tentang Ratapan Bahasa Arab

رجعت لنفسي فاتهمت حصاتي * وناديت قومي فاحتسبت حياتي
رموني بعقم في الشباب وليتني * عقمت فلم أجزع لقول عداتي

Itulah dua bait pertama syair tentang ratapan bahasa Arab karya Hafiz Ibrahim. Alhamdulillah, saya tahu syair ini dari dosen saya di markaz lughah, ustadzah Noura Ibrahim. Beliau seorang dosen senior di markaz, mungkin terhitung paling senior. Cara penyampaian materinya keren, selalu menggunakan perumpamaan, al-Qurannya ..jangan ditanya lagi. Beliau selalu menukil tafsir ayat-ayat yang terkait dengan materi hari itu, lalu menjelaskannya dengan cara yang indah, dan.. ngangenin. Hehe. Kini, beliau ada di UEA, dikirim ke sana untuk mengajar. Mungkin, akhir tahun ini kembali lagi ke Mesir. Semoga..
Kembali ke syair. 
Awalnya saya tak paham, apa maksud dari syair ini. Syair yang lebih dari dua puluh bait ini menggunakan kata-kata yang cukup dalam. Sekilas mendengarnya, belum tentu dapat memahaminya. Di awal penyampaiannya, Sang Penyair Hafiz Ibrahim menggunakan tasybih baligh, seolah-olah bahasa Arab dapat berbicara layaknya manusia. Ia (bahasa Arab) berkaca pada dirinya sendiri, merenungi dan meratapi keadaannya yang sangat memprihatinkan. Banyak kalangan (khususnya kaum orientalis) yang menganggap bahwa bahasa Arab itu mandul, tak ada sesuatu yang baik darinya apalagi istimewa. Meski ada beberapa mereka yang mengakui keistimewaanya, namun mereka lebih condong pada meremehkan, karena dengan bahasa Arab yang sedemikian hebatnya, kaumnya, malah tega mematikannya. 
Tak hanya orientalis, kaumnya sendiri, kaum muslimin pun meninggalkannya. Mereka (kita) telah kehilangan kebanggaan atasnya. Kebanggaan bahwa bahasa Arab ialah bahasa kita. Bahasa al-Quran. Entah apa yang menjadikan kita begitu menutup mata, mengabaikan dan meninggalkan bahasa Arab. Termasuk para pelajar yang belajar di Timur Tengah, misalnya. Atau, para ulama di seantero dunia telah berusaha mati-matian mengembalikan keemasan masa kejayaan Islam. Namun, rasaya begitu sulit untuk kita bangkit, jika kita masih saja berbangga dengan budaya tetangga. 
أرى لرجال الغرب عزا ومنعة * وكم عز أقوام بعز لغاتي
Kondisi kita dewasa ini sungguh memprihatinkan. Kita lebih bangga berbahasa Inggris dari pada bahasa Arab. Kita lebih melirik mereka yang belajar di negeri Barat, ketimbang mereka yang belajar di Timur. Adat ketimuran (budaya Islam) semakin dianggap sebagai adat yang kuno, tidak relevan. Berbagai macam kejadian lainnya juga mendukung betapa kita sekarang ini terjerat di antara tali-tali orientalis yang semakin menguat, karena kita masih berangan pada kejayaan kita yang pernah tersemat.
Tersayat rasanya ketika mendengar dan merenungi syair ini. Hemat saya, syair ini cukup komprehensif dalam merepresentasikan keadaan umat Islam akhir-akhir ini. Sebagaimana yang dikatakan oleh ulama terdahulu, bahwa keunggulan suatu kaum ditunjukkan dengan keunggulan bahasanya. Namun, lagi-lagi, kita sekarang bukanlah kita yang dulu. Semua aspek dalam kehidupan kita sudah ditelanjangi oleh budaya Barat. Ironinya, bahkan kalangan kita menerimanya dengan lapang dada, tanpa adanya perlawanan kritis terhadap apa yang terjadi. Atau mungkin, bagi mereka tak ada pilihan lain selian mengikuti perkembangan zaman yang katanya modern ini.
(bersambung)

Untuk lebih lanjut, silakan buka di channel Youtube. 


Di sela semilir angin Selasa pagi,
Kairo, 23/8/16 pukul 2.02 AM CLT. 

1 comment:

  1. Link channel di you tube nya mana y ?

    #mau tau arti syair semuanya.
    Syukron

    ReplyDelete

Bapak telah Memilih

 24 Februari 2023 Hari ini, tepat sebulan aku berada di Bangkok. Aku dan suami berangkat ke Thailand 24 Januari lalu. Sebelumnya, 18 Januari...