Friday 13 April 2018

Ngobrol Bareng Dr. Refaat Fauzi

Kami berempat sedang menghabiskan jajan beli di kantin kampus tadi. Duduk di bangku di pinggir jalan, di samping kantin, kami akan berangkat ke Sabi'. Siang itu, rencananya kami akan sowan ke Dr. Refaat Fauzi, seorang ahli fikih, muhaddits, dosen dan ketua jurusan Syariah Islamiyyah di Fakultas Darul Ulum Universitas Kairo. Jadilah kami berangkat. Awalnya, saya ragu untuk melangkah, sebab badan sedang tidak fit. Terlalu sibuk sejak berminggu-minggu lalu, hingga tidur asal-asalan, tidak teratur, dan diktat kuliah pun baru sekali putaran. Ini baru selesai ngedit Bedug edisi 22, setelah ini ngaji Dr. Mehanna di Masjid al-Azhar. Selepas itu, cus ke diktat! Janji, Mid. -_-

Sampailah kami di titik kumpul. Kami berkumpul menunggu rombongan dari Asyir mupun Darrasa, di sebeuha sekolah, Namanya: Madrasah Sayidah Nafisah li al-Tsanawiyyah Banat. Hmm, sejenis Mts apa ya, kalo di Indonesia. Di tembok seberang jalan, tembok sekolah ini maksudnya, ada banya kata-kata mutiara. Di antaranya, 'Tanyalah pada ilmu pengetahuan, sebab ia tidak akan menanyakan pada yang lain'. 'Jangan kau dekati Nil, jika kau berdiam tak menjalankan kewajiban. Ketahuilah, air Nil yang jernih tidak diciptakan untuk mereka (dan dirimu) yang malas-malasan. Ada ayat-ayat al-Quran, seperti surat Nun. Semuanya cantik, semuanya indah. Kaligrafinya mengetuk pintu kesadaran paling bawah sadar siapapun yang melihatnya. Atau yang tak sengaja melemparkan pandangan pada tembok itu ketika melintas menuju Bawwabat, Asyir, Zahra, atau kemanapun mereka pergi membawa diri.

 Kau tau? Sesampainya kami di sana, saya dibuat tercengang. Perpustakaan beliau gede banget nget. Untuk ukuran dosen, ini menurut saya sangat besar dan tidak terbayang betapa beliau kutu buku. Lemari saya di kamar? Yah, enggak ada apa-apanya dengan punya beliau. Lemari saya baru 0,001 lemari buku beliau. Gede ruangnya pun, lebih gede dari rumah kami, hehehe. Saya tidak akan habis membaca itu hingga 60 tahunan, mungkin. Aha, bahkan, took-took buku di sepanjang gang menuju rumah pun, masih jauh berbeda. Sebab, kebanyakan took buku ini hanya satu petak ruangan kamarku, atau paling mentok satu ruangan tamu rumah kami. Temboknya bias diambil dan dibaca. Hehehe. 

Beliau, sependek yang saya tahu ialah dosen di Darul Ulum, Universitas Kairo. Fakultas yang banyak melahirkan cendekiawan Mesir. Fakultas favorit, meski saya belum dan mungkin tidak akan pernah icip-icip belajar di kelasnya. He. Wajahnya teduh. Beliau orang syariah, tapi spesialisasinya Hadits. Beliau banyak menahkik kitab, termasuk yang kemarin kami ijazahan padanya, al-Kalim al-Thayyib punya Ibnu Taimiyyah. Isinya tentang dzikir; keutamaan, macam-macam dan sebagainya. Kami membaca satu fasal, 'Kalian lanjutkan sendiri di rumah', pesannya. 'Atau silakan kalau mau dating, kami membaca ini setiap usai shubuh, setiap pagi kecuali Jumat', tambahnya. 

Sebelum memberi kami ijazah, beliau terlebih dahulu memberikan nasihat, wejangan kepada kami. Ada tiga, pertama takwa. Sebagaimana kita tau, Allah selalu mengabarkan pada kita bahwa jika engkau bertakwa, Aku akan mengajarkan ilmu padamu. Dan, ini mestinya terpatri dalam setiap insan, apalagi penuntut ilmu (katanya). Takwa itu wiqayah, penjagaan. Menjaga diri dari hal yang tidak Allah ridai, menjaga diri dalam senantiasa melakukan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. 

Kedua, dzikir. Kita berdzikir, artinya kita mengingat Allah. Dia mengabarkan pada kita bahwa di saat ini, Ia juga akan mengingat kita, bahkan lebih banyak daripada kita mengingatnya. Ia akan bersama dengan-Nya, disadari ataupun tidak. Selain hati menjadi tenang, dzikir ini akan membukakan pintu-pintu gelap dalam diri kita, diajari sama Allah, dekat, dirahmati, dan... bayangkan sendiri jika kita dekat dengan seseorang, kita akan memberikan apapun yang ia minta. Bahakn, jikapun tidak, ia akan memberikan yang terbaik untuk yang dikasihinya. Sempatkan waktu pagi setengah jam, sore seperempat jam, untuk dzikir. Sudah gitu aja, pesannya.

Terakhir, rajin dan tekunlah membaca. Ini... akan panjang. Hehe. Kemarin beliau sempat menyinggung tentang Ibnu Taimiyyah, Wahabiyah, maqashid syariah, perjalanan intelektual beliau dan lainnya masih banyak. 

Beliau mengatakan bahwa, perpustakaan ini dimulai sejak tahun 77an. Karena beliau suka baca, suka beli, dikumpulkan akhirnya. Selama kurang lebih 48 tahun akhirnya jadi seperti apa yang kalian lihat sekarang, tambah beliau.

pukul 11:15 Jumat pagi, sambil antri hammam, dan pasang mood untuk sadar diri: baca diktat.
Ayooo, Mid! Gek ndang lhoo. -__-

Nyuwun pangestu, rencang sedoyo, siapapun yang baca coretan ini. Tapi nggeh ngapunten, saya hanya bias ucap terima kasih doanya, sebab sebaik-baik terima kasih sudah diwakili Allahku. Mangke disampaikan oleh malaikat. Maturnuwun.

Bapak telah Memilih

 24 Februari 2023 Hari ini, tepat sebulan aku berada di Bangkok. Aku dan suami berangkat ke Thailand 24 Januari lalu. Sebelumnya, 18 Januari...