Aku turun cepat-cepat dari lantai dua tempat mencetak coretan beberapa paragraf yang aku yakin nantinya akan dibantai di sana. Tentu saja langsung aku mengernyitkan dahi, terlalu silau. Terik mentari selalu menghargai siapa saja yang keluar rumah dengan menyuguhkan siraman hangat, jika tidak menyengat. Namun kali ini ia hanya menyapa manis. Tidak sejahat beberapa bulan lalu ketika dengan bangga ia menyengatkan panasnya, sambil tertawa jahat melihat manusia menyiratkan dahinya, menyipitkan mata. Hahaha. Ah, membayangkannya rasanya ingin tertawa juga, saat aku dan teman-teman berjalan cepat, sepulang dari markaz lughah. Takut hitam, haha.
Kini, tak lama lagi, syal dan jaket tebal kan kembali mewarnai hari-hari..
Merajut simponi, kembali berlagu meski Sang Penari telah lama berlalu,
Selalu kuingat alunan merdu itu,
Bersenandung lembut menyampaikan hikayat biru,
Memendam nada rindu sendu yang menikam setiap waktu,
Awan tahu,
Meski musim berlalu tahun menjauh
Hidup dalam pelukan senja
Cara terbaik mendekap suara itu
Kini, tak lama lagi, syal dan jaket tebal kan kembali mewarnai hari-hari..
Merajut simponi, kembali berlagu meski Sang Penari telah lama berlalu,
Selalu kuingat alunan merdu itu,
Bersenandung lembut menyampaikan hikayat biru,
Memendam nada rindu sendu yang menikam setiap waktu,
Awan tahu,
Meski musim berlalu tahun menjauh
Hidup dalam pelukan senja
Cara terbaik mendekap suara itu
***
Entah mengapa, Markaz Lughah menjadi sesuatu yang monumental bagiku. Hari ini, Ahad, 25 September ialah tahun ajaran baru bagi mereka, pelajar angkatan 2016. Tentu, setelah setahun belajar di sana, rasanya bahagia, bangga, merasa punya kenangan terindah sepanjang masa. Tahun ini, di tahun ajaran yang sama pula, kita mulai kuliah. Tahun pertama. Meski begitu, kadang hati cemburu pada mereka yang kini duduk di Mutaqaddim Awwal, apalagi Tsani. Mereka pasti langsung kuliah. Sejajar, sama tingkatnya dengan kita yang setahun lalu harus menikmati kelas bahasa dulu. Entah disukai atau tidak, begitu kenyataannya.
Namun, sangat sempit jika kita hanya melihat ke arah kiri. Melupakan masa-masa indah setahun lalu di Markaz, lebih-lebih lalai terhadap apa hasil konkret dari pembelajaran di sana. Aku percaya, bahwa perbedaan waktu menghasilkan perbedaan hasil. Setidaknya, aku bahagia memiliki satu tahun bersama mereka, para guru, teman-teman, semuanya. Aku percaya, mereka tidak akan mendapatkan hal yang sama. Pengalaman akan berbeda, karena itu sebuah keniscayaan waktu.
Akhirnya, sampai di ujung yang klise lagi. Aku kangen Markaz, kangen ustadzah.
Semoga beliau sehat selalu, diberi kemudahan, lancar segala urusan.
Jika boleh, aku hanya ingin ngaji dan kuliah lancar, tanpa harus meninggalkan tempat terindah sepanjang sejarah, Markaz Lughah.
Ah, musim mulai berganti, Kawan
Terpaan angin kian sepoi, mengabarkan pada awan
Musim dingin 'kan segera datang
Terlempar aku pada November tahun lalu
Duduk manis mendengarkan cerita waktu
Tersihir
Termangu..melaju kutak tau
Rerintik gerimis mengaburkan kaca jendela
Awan kelabu kembali mengadu
Ia ingin berbagi rindu
Ia kabarkan bahwa pertanda telah tiba
Musim berganti
Semi berlalu dingin menyapu
Ia ucap syukur pada Tuhan
Rerintik itu menitikkan embun dan masa
Musim dingin telah tiba, Kekasihku
Semusim berlalu bersamanya
Kita tertawa bahagia
Entah karena dingin yang mengalahkan mentari
Ataukah bahagia
Karena kehadirannya sebuah isyarat kelu
Kau tahu?
Kita berpisah di ujung rintik yang baru
*Seorang yang merindukan hiruk-pikuk keseharian belajar di markaz lughah