Friday 10 November 2017

Pepeling



Barangkali, mimpi menjadi sebuah momen tersendiri bagi seseorang. Entah disebut sebagai bunga tidur, sebagai refleksi pikir atas apa yang terlintas di dalam benak ketika siang hari, atau sebagai sebuah pertanda. 

Sebagian besar hariku akhir-akhir ini dipenuhi banyak mimpi. Bukan sembarang mimpi, mungkin. Karena entah mengapa, ada banyak hal yang kudapati darinya. Jawaban atas sebuah tanya, penanda atas sebuah perkara, penunjuk atas sebuah rasa, maupun pepeling atas dosa-dosa. Kiranya, yang terakhir inilah yang seringkali datang. 

Jika sebuah laku mempengaruhi segala sesuatu, maka aku tak cukup mendapat sebab untuk mendaku semua itu. Dilihat dari sisi manapun, sepertinya aku belum masuk kualifikasi santri ibu. Barakah shalawat Rasul, juga barakah al-Fatihah untuk Mbah Munawwir, Mbah Ali dan dzurriyyah mungkin, yang selalu memudahkan segala urusan, mengabulkan segala hajatku selama ini. Yarhamuhumullaah. Boten supe setiap ajeng deres, bakda shalat, alhamdulillah. 

Entah ke berapa kalinya, Selasa lalu (sekarang 10/11) ibu datang lagi. Kali itu, kita sedang di arena gerbang utama SMP Alma Ata, tempatku dulu menimba ilmu. Di gerbang situ, ibu dengan gaya khasnya mengajakku simaan, 20 juz. Entah acara apa di sana, intinya hanya poin bahwa ibu ngajak simaan bareng. Heu, dan seperti kali-kali terdahulu, akupun hanya meringis, tanpa mengiyakan maupun menolak. 

Semalem, Kamis (10/11), Syekh Abdullah juga menjumpaiku. Kali ini, aku mengajukan permohonan maaf karena masih ngelibur ngaji, sejak beberapa waktu lalu. Dan, mungkin karena kebangetan, beliau datang berkali-kali, mungkin ini kali ketiga atau keempat dalam dua bulan terakhir ini. Ya Allah, rasanya udah jelas pertanda, tapi terlalu keras hatinya. Belum ada semangat nderes yang menggebu, kendati beliau berdua sampun kerso menyambangiku. 

Bahagia, campur takut, harap-harap beliau berdua kerso mengakui daku sebagai santrinya. 

Beliau berdua datang berseling. Yang paling kuingat, Syekh Abdullah sebulan lalu mungkin, ketika bertemu di samping Azhar, aku salim dengan plegak-pleguk. Beliau hanya senyum, dan tanya mau kemana. Kedua, bertemu lagi di belakang Azhar, beliau menitipkan barang padaku dan memintaku untuk menjaganya sampai beliau kembali. Kemudian, ibu. 

Beliau datang, memintaku simaan entah dalam rangka apa. Rutinan mungkin. Kali itu, settingnya di mushalla komplek. Kemudian setelahnya, ibu memintaku menyelesaikan di sini, sesuai dengan jadwal khataman yang dibarengkan dengan haul, tahun depan sekitaran Februari. Kali ini, beliau ngendikan kalau ngga kesempatan ini sekarang, kapan lagi. Mungkin akan ada suatu hal yang terjadi. Aku hanya berharap, beliau semua baik-baik saja, panjang umur. Ibuk dan Syekh Abdullah. 

Ohya, setahun lalu, Syekh selalu datang di mimpi ketika aku tertidur dan belum sempat nderes. Padahal, waktu itu baru beberapa bulan daku ngaji ke beliau. Namun, beberapa pertemuan tersebut ternyata membuat chemistry yang cukup erat antara daku dan beliau. Ceritanya selalu berputar pada saat ketika aku ngadep dan belum lancar. Lantas beliau dengan jelas (sampai saat ini masih teringat) ngendika: "Dideres sek, ya, Nda. Kono ning buri". Seketika aku terbangun dibuatnya dan menyadari bahwa belum nderes sebelum terlelap tadi. Akupun cerita ke beliau. Beliau hanya tersenyum dan mendoakan dengan tulus: "Baarakallaah fiiik". Ah, adem sekali dengernya. 

Pernah juga, daku meminta untuk binnadzar sebagai sampingan, pun agar aku segera punya sanad, hehe. Beliau ndak kerso, terus dipeseni untuk nderes yang idah disetor aja setiap hari dua juz. 

Dan, kendati demikian, semua mimpi tadi masih tergeletak di sana. Daku belum mampu menangkap pesan, merealisasikan makna yang dikandung di dalamnya. 

Nderese tesih bioso wae. :(
Ya Allah, kerso paringi taufik. 🙏😭

Depan masjid al-Azhar, menuju tempat pulang. 
Jumat, 10/11/2017.

No comments:

Post a Comment

Bapak telah Memilih

 24 Februari 2023 Hari ini, tepat sebulan aku berada di Bangkok. Aku dan suami berangkat ke Thailand 24 Januari lalu. Sebelumnya, 18 Januari...