Saturday 22 July 2017

Pertemuan Kecil

Selama beberapa Jumat kemarin, kami memulai membaca pemikiran Sunni-Asy'ari melalui sumbernya langsung, al-Ibanah dan al-Luma', karya Imam al-Asy'ari. Pertemuan kecil ini kami langsungkan di rumah salah satu senior kajian di Ahmed Maher, Sayeda Zainab. Dimulai sekitar satu jam setelah shalat Jumat, pertemuan kami berlangsung selama kurang lebih enam jam. Ada banyak kesan yang saya dapatkan. Sedikit banyak, saya yakin tidak bisa mendapatkannya di tempat lain. Hmm selalu begitu. 

Pertemuan pertama, kami membahas perbandingan antara diksi yang dipakai Imam Asy'ari dalam kedua kitabnya. Melalui penjelasan beliau, kami mendapati bahwa ada rasa yang berbeda ketika kita menilik al-Ibanah, lantas beralih ke al-Luma'. Banyak kontroversi ulama tentang kitab apa yang terlebih dahulu beliau tulis, al-Ibanah kah, atau al-Luma'?

Bagi kalangan Islam-literalis, sebut saja Salafi-Wahabi yang bersandar pada zahirnya teks, mereka meyakini bahwa al-Ibanah ditulis  setelah al-Luma'. Mereka berpendapat, hal tersebut membuktikan bahwa Imam Asy'ari telah bertaubat dari Muktazilah menjadi seperti manhaj Ahli Hadits. Sebagaimana kita ketahui bahwa selama empat puluh tahun beliau menganut Muktazilah, hingga akhirnya mimpi bertemu Rasul yang berpesan padanya untuk meninggalkan perdebatan (jadal). Yang mana jadal ini merupakan hobi (katakanlah begitu) Muktazilah yang menjadikan ciri khas mereka dari yang lain. Sebagai salah satu implikasi bahwa golongan ini mendewakan akal dengan sebegitu porsinya. 

Merupakan sesuatu yang jamak diketahui di kalangan ulama bahwasanya perbedaan diksi dan cara penyampaian suatu bahasan dipengaruhi oleh banyak faktor. Biasanya yang paling sering disinggung ialah tentang perbedaan marhalah, masa penulisan kitab itu. Tentu, dari peralihan satu masa ke masa lainnya, mereka mengalami perkembangan ilmu, lebih luas, lebih luwes dan fleksibel, dan lebih menemukan banyak pengalaman yang mungkin tidak hanya pengalaman jasmani, namun juga rohani dalam berbagai macam bentuk pergulatannya. 

Hal ini tentu berbeda dengan kalangan Sunni-Asy'ari. Apa yang tertulis di al-Ibanah dan al-Luma' memang berbeda secara jelas. Jika pada al-Ibanah beliau langsung membela dengan berbagai macam dalil, lantas sedikit ulasan yang mengherankan para pembaca, bahwa tidak ada sama sekali apa yang menunjukkan pada kecerdasan Imam Asy'ari sebagaimana masyhur itu. Hal ini terlihat seperti beliau hanya menukil dalil tanpa memberikan porsi cukup bagi rasio untuk mengambil peran. Di mana Imam Asy'ari seperti yang terkenal itu? Kecerdasannya, kemampuan debat yang hebat, logika berpikir yang cemerlang, kecakapan diksi dan lain sebagainya. 

Pada al-Luma', cara penyampaian tema yang dimaksud sama sekali berbeda dengan kitab yang pertama. Di sini, beliau 'ngancang-ngancang' jika ada yang menanyakan suatu permasalahan. Misal begini: Jika ada yang bertanya, apa bukti adanya pencipta? Lantas belaiu menjawab langsung: Maka jawablah seperti ini. Bentuk soal-jawab ini kita temui di sepanjang pembahasan di kitab al-Luma'. Artinya, beliau menghadirkan sebuah tameng rasio terlebih dahulu, lantas menghadirkan dalil sebagai penguatnya.

Sama sekali berbeda. Syattaan maa bainahuma

Sekilas pertemuan pertama secara paling singkat. Bersambung. 

Sabtu, 22 Juli 2017 pukul 12.38 PM CLT.
Ah, kayaknya jelek banget. Lagi ngga bisa milih kata-kata. Heuheu. 

No comments:

Post a Comment

Bapak telah Memilih

 24 Februari 2023 Hari ini, tepat sebulan aku berada di Bangkok. Aku dan suami berangkat ke Thailand 24 Januari lalu. Sebelumnya, 18 Januari...