Friday 12 August 2016

Dilema Waktu Daku (?)

Jumat kembali menyapa bantaran Darrasah, mengundang sebuah kerinduan seorang anak yang lama menantikannya. Bukan karena lama tak bersua, ah, mungkin iya. Tiga minggu berlalu tanpa pertemuannya dengan seorang Guru yang sangat disayanginya. Tiga Jumat berlalu tanpa ia mengecup telapak lembut Sang Guru. Hampa, rasanya. Marah bergemuruh di batinnya. Konflik batin terus mengusik hatinya, membuatnya merasa tak nyaman, tak yakin akan apa yang ia lakukan di luar sana. Apakah jalan yang ia pilih benar? Ia tidak yakin. Kecenderungannya untuk bertatap muka dengan Sang Guru, mengaji, membuatnya sempat terpikirkan bahwa segala kegiatan di luar itu ialah ilusi. Segala kegiatan yang ia lakukan di luar "mengaji", hanyalah sebuah ilusi utopis yang tak bisa ia mengerti. Hatinya tak puas. Kesibukan segudang yang dihadapkan padanya menyisakan hampa. Tak berbekas setitikpun. Apakah jalan yang ia pilih salah?
Barangkali diri ini harus belajar memahami hakikat hidup yang sejati. Hakikat hidup yang ia jalani, bukan hakikat hidup yang tertuang dalam buku-buku teori, seminar, daurah-daurah, atau apalah itu. Hidup tak segampang itu, Kawan! Pada kenyataanya, semakin umur ini menua, persoalan yang ada semakin kompleks pula. Persoalan hidup yang tidak hanya sekadar PR sekolah, dimarahi guru, dimarahi kakak karena bandel, semua itu sudah lewat, Teman. Masa terus berganti, bergulir terus menjauh, menuruni lereng keseimbangan hidup, menaiki tangga, sampai akhirnya kaupun lelah, dan pasrah pada Tuhan Yang Maha Kuasa. Hidup, dengan pilihannya yang sedemikian rupa kadang membuatku terlalu bersemangat. Membuatku gigih karena aku masih muda. Kekuatan badan sedang berpihak padaku, aku bisa lakukan apa saja yang kumau. Hanya saja, barangkali diri ini harus menyadari, ada sebuah keniscayaan yang tak dapat dielakkan siapapun. Bahwa hati tak mungkin diisi oleh dua hal berbeda dalam waktu yang sama. ما جعل الله لرجل من قلبين في جوفه.. الآية . 
Ah, lagi-lagi daku meracau. Mungkin inilah ekspresi yang paling bisa daku katakan, bahwa kesibukan yang daku hadapi selama ini, ternyata tak cukup melegakan hati. Merasa diri ini seperti bola, dilempar sana, dilempar sini hanya untuk sebuah gol. Gol yang ternyata (hanya) dipersembahkan ke suatu golongan. Namun, apa yag didapatkan oleh hati hanyalah kekecewaan. Terlalu banyak waktu yang ia habiskan hanya untuk suatu hal yang bahkan hatinya tak paham untuk apa. Padahal, selama ini hatinya ialah teman terbaik yang bisa ia tanya. Selama umur ini, daku selalu meminta tanya kepadanya, dan hanya melaksanakan apa yang membuatnya tenang. Hati, nurani, mereka murni, Kawan! Mereka ada di bawah pengawasan-Nya. Mungkin karena itulah daku belum pernah sekecewa ini, dan belum pernah merasa se-sia-sia ini atas apa yang telah ia perjuangkan. Terlepas dari kebermanfaatan, daku bahagia bisa bermanfaat untuk sekitar. Namun, hanya saja daku baru menyadari, kenapa bisa sebodoh ini. Kehilangan kontrol atas apa yang telah menjadi orientasi. Tak bisa melawan, tak bisa memenangkan pilihan yang ditawarkan oleh hatinya. Selalu berpikir bahwa ia mampu atas semua, namun ternyata lagi-lagi itu hanya gambaran saja. Faktanya, ia bukanlah gadis superhero yang kuat, tak kenal lelah, sangat gigih memperjuangkan orientasinya. Pikirnya bisa! Nyatanya, ia harus tunduk pada kenyataan mutlak, bahwa hidup ialah pilihan. Tak bisa kita lakukan apa saja semau kita. Tak bisa kita memenangkan ego, mengabaikan realitas. Hidup, ialah pilihan. Jika saat ini kau tak mampu memilih, maka selamanya kau tak akan mendapatkan kecuali sebatas penggalih.
Ah, lagi-lagi, daku hanya takut. Takut jika ini ialah bentuk berpalingnya Tuhan dariku. Daku selalu disibukkan oleh banyak kegiatan, namun hati ini tak pernah benar-benar puas dan tenang atas apa yang telah dilakukan. Daku berubah menjadi sosok yang bahkan hati pun tak mengenalnya. Daku yang kini berbeda dengan daku yang lalu. Daku rindu ada di jalan itu..
Bagaimana daku kembali seperti dulu?

Seorang santri yang teramat rindu Gurunya, namun kesibukan bersikeras menjauhkan keduanya.
Ia sangat sedih. Semoga Allah menyayanginya, menuntun kembali ke jalan-Nya.
Kairo, Jumat, 8/8/16 pukul 4:08 PM


No comments:

Post a Comment

Bapak telah Memilih

 24 Februari 2023 Hari ini, tepat sebulan aku berada di Bangkok. Aku dan suami berangkat ke Thailand 24 Januari lalu. Sebelumnya, 18 Januari...